Duhai jiwa,

Tak tega rasanya jika aku memandang dunia ini dengan mata yang bersinar

Bagaimana aku bisa mengagungkan dunia ini ? sedang sang pencipta dan pemiliknya telah menghinakan dunia.

Dijadikan dunia itu bak fatamorgana, yang hanya jadi batu ujian bagi manusia.

Duhai jiwa,

Miris rasanya melihat mereka yang terkulai mengejar dunia,

Mengengah nafas mereka, bahkan tak urung diantaranya saling menghantam dan menikam

Untuk mendapatkan secuil kenikmatan di dunia

Duhai jiwa,

Diantara mereka ada yang menjadi peminta-minta di antara sesamanya

Lupakah dia, bahwa ia adalah hamba dari Raja Yang Maha Kaya?

Lupakah dia, bahwa Ia selalu dekat dengan hamba-Nya?

Atau dia telah melupakanNya, bahkan menghindar dari-Nya?

Duhai jiwa,

Sedih rasanya mendengar rintihan mereka yang telah menghambakan kepada dunia

Merintih meminta kepada selain Allah

Meminta sesuatu dari dunia ini, yang dia sendiri tidak tahu apakah ini akan berakibat baik bagi dirinya atau tidak

Duhai jiwa,

Ini bukan berita palsu

Bukan pula cerita khayalan

Tapi kenyataan masih ada dimana-mana

Mereka yang meminta kepada selain Allah.

Kepada kubur dan mayit yang berada di dalamnya

Kepada pohon yang dikeramatkan

Kepada manusia yang telah pongah merasa dirinya telah menjadi tuhan

Duhai jiwa,

Berjanjilah terus bersamaku di dalam suka dan duka

Terus menjadi hamba Allah

Terus menjadikan-Nya satu, tak berbilang.

Hanya kepada-Nya lah kita bertawakkal dan hanya kepada-Nya lah kita memohon…

Dia pergi meninggalkan langkah-langkah pasti, yang lambat laun tertatih-tatih menjadi langkah-langkah keraguan.

Serasa ditikam ribuan pisau, menumpulkan niat yang tajam. Bukan oleh kerasnya hantaman pukulan, panasnya api, sayatan sembilu..tapi oleh lisan-lisan yang setiap detiknya menjelma menjadi penasihat dan bersarang di otak yang keruh.

Setiap semburan kata-kata bagaikan semburan api yang perlahan tapi pasti membakar hatinya. Membumbungkan emosinya. Semakin sulitnya menahan buncahan kalimat-kalimat kotor dan kasar yang ada di dalam dirinya, seolah-olah hatinya menjadi pembendung gunung yang meletup-letup dan akan meletus dengan sedahsyat-dahsyatnya.

Sindiran hingga makian atau cacian, dia terima dengan hati yang semakin terbakar. Akankah bertahan atau meletupkannya ?

Kalau saja ia tak mengingat akan kebaikan-Nya. Kalau saja ia tak ingat bahwa dirinya sedang diberi tambahan kekuatan berupa kesabaran. Yang akan menguatkannya…yang akan meninggikan derajatnya..yang akan membelanya di yaumil hisab nanti.

Benar saja, rupanya hujan dan badai cacian itupun mereda..saat puncak-puncaknya telah ia rasakan dengan kesabaran yang hebat.

Dan berakhirlah kehinaan, dan terbitlah kemuliaan.. hingga akhirnya ia berharap “Ya Allah balaslah aku dengan kebaikan-Mu atas musibah cercaan dan hinaan ini, dan gantilah musibah ini dengan yang lebih baik berupa kemuliaan hanya dari – Mu”

Akar itu pun menjelma…menjadi jutaan buah..buah kesabaran, buah kemuliaan, dan buah-buah kebaikan lainnya..

Akar itu adalah keikhlasan..

Ketaatan bukti keikhlasan

8 Februari 2010

Laksana alam yang terbentang dengan megahnya

Setiap penghuninya bergerak dan mengikuti irama alamiah yang telah ditentukan padanya

Burung yang terbangdi udara

Ikan yang berenang di lautan

Kura-kura yang berjalan dengan lambannya

Kijang yang dengan lincahnya berlari-lari

Semua mengikuti apa yang telah ditentukan oleh Rabb mereka, Pencipta dan Pengatur mereka

Seperti itulah keikhlasan

Keikhlasan apakah itu? Keikhlasan dalam menerima ketentuan-ketentuan-Nya

Tanpa penerimaan dan ketaatan terhadap ketentuan-ketentuan-Nya maka keikhlasan manakah yang akan kita peroleh?

Bukankah keikhlasan itu hanya mengharap balasana dari-Nya?

Maka bagaimana bisa kita melupakan ketentuan-ketentuan-Nya dan keluar dari ketaatan pada-Nya disaat kita mengharapkan balasan hanya dari-Nya?

Ketaatan itu lah yang mengajari kita untuk senantiasa Ikhlas

Inti dari keikhlasan bermuara pada diri-Nya, Dia lah Allah, Yang menciptakan kehidupan ini.

Dia pula yang memberi balasan atas segala amal hamba-hamba-Nya.

Kata kunci dari keikhlasan adalah: “Allah”,” balasan dari -Nya SAJA”.

Keikhlasan adalah mengharapkan balasan dari Allah Saja, bukan yang lain.

Begitulah keikhlasan itu, membuang segala tujuan selain Allah.

Sehingga asas dari ikhlas itu adalah tauhid, yaitu menjadikan diri-Nya satu-satunya tujuan dalam ketaatan, ibadah, amalan hati, amalan badan, cinta, harapan, balasan, dan seluruh aktifitas di dunia ini.

Tak akan pernah orang yang menyekutukan-Nya bisa ikhlas, ini adalah suatu yang terang dan jelas.

Sedangkan orang yang menyatakan dirinya bertauhid belum bisa mencapai keikhlasan sebelum benar-benar meyakini di hatinya, bahwa hanya Allah lah yang akan membalas segala amalnya di dunia ini. Tak peduli bagaimana dia menjalani hidup ini, apakah bahagia ataupun menderita. Baginya, setiap amal yang dilakukannya tidak lain hanyalah mengharap balasan dari Allah.

Kesadarannya akan begitu kasih dan sayangnya Dia terhadap dirinya menyebabkan rasa cintanya pada Allah begitu mendalam. Hingga dia rela atas segala ketentuan dari-Nya. Dan balasan yang terbaik hanyalah dari-Nya saja.

Begitulah keikhlasan, terlahir dari kesadaran yang mendalam.. dari hati yang penuh cinta nan murni dan suci kepada Rabb yang Agung yaitu Allah.

Hanya kepada-Nya lah hamba bermohon segala balasan atas amal yang dilakukan hamba.

Belajar Ikhlas

11 Januari 2010

Sekian lama melupakan kata yang satu ini, rasanya bagaikan menemukan sesuatu yang sangat langka namun sangat berharga. Dia itu adalah IKHLAS.

Waktu semakin mengajak pada kepunahan, sedang usia terus bertambah.

Namun baru kusadari begitu besarnya pengaruh ikhlas dalam hidup ini.

Dia, melembutkan hati yang keras

Dia, melegakan hati yang telah kecewa dan sesaknya dada

Dia, membuat ku tersenyum setelah sekian lama dirundung kemurungan

Ikhlas itu lah yang kuyakini akan merubah hidupku, merubah pandanganku selama ini terhadap dunia dan segala aktifitas di dalamnya.

Ku kan berusaha mempelajari kata ini, semoga bisa istiqomah dalam belajar dan mengamalkannya..